Ini adalah tahun kedua saya diberi kepercayaan oleh Aqua-Danone untuk membantu persiapan serta mengawal tim juara Indonesia di putaran final Danone Nations Cup. Sebuah pengalaman yang sangat berharga.
Kali ini ada 32 klub yang mewakili negaranya masing-masing di world final DNC 2013 yang diadakan di London, Inggris. Masing-masing wakil mengalahkan ratusan bahkan ribuan klub di negaranya masing-masing. Juara Jerman TUS Frankfurt, misalnya, menyisihkan 650 peserta, sedang juara Indonesia SSB Tugu Muda, Semarang , keluar sebagai juara dari 5.000 lebih peserta di 14 provinsi di Indonesia.
Dengan mekanisme seperti dijabarkan di atas, kualitas peserta mayoritas cukup mumpuni. Ada Sport Club Brasilia, akademi Chivas Guadelajara Mexico, akademi Zurich FC Swiss, Yokohama Marinos Jepang, Basnic Ostrava Checko, akademi Racing Lens Perancis, akademi Colo-Colo Chile, dan masih banyak lagi.
Dari sederetan nama klub top dunia yang paling impresif bagi saya adalah wakil Jepang; Yokohama Marinos. Kemampuan teknik dan cara bermain sekumpulan anak-anak terbaik di kota Yokohama ini sudah seperti pemain dewasa. Mereka terlihat matang; hasil didikan yang berkelas baik dari sisi kompetisi yang tertata rapi maupun dari sisi kualitas latihan (akademi kepelatihan untuk pelatih adalah program prioritas federasi sepakbola Jepang!) serta kedisiplinan pemain mengonsumsi makanan dan minuman yang memang sudah seharusnya dikonsumsi oleh seorang atlet sepakbola.
Hasilnya terlihat nyata: wakil Jepang tiap tahun konsisten menjadi favorit juara di ajang DNC -- tahun lalu Jepang kalah adu penalti lawan wakil Korsel di final, dan tahun ini mereka menjadi juara 3. Sebagai ilustrasi, skor pemain kita di juggling contest (dalam waktu 30 detik dihitung berapa kali pemain mampu men-jugglingbola tanpa melakukan kesalahan) sangat bervariasi; ada yang tinggi (70-80an) ada pula yang rendah (20-40an). Anak-anak Jepang mendapatkan skoryang tinggi dan merata (tinggi semua) antara 80-90an! Kemampuan teknis dan taktis mereka (pola bertahan dan pola menyerang yang rapi) jelas menunjukan keberhasilan federasi Jepang dalam melakukan tugasnya: membina sepakbola di Jepang.
Mereka menuai yang mereka tabur! Di mana-mana dan dalam apapun juga keberhasilan tidak datang secara instan dan tanpa kerja keras yang sistematis. Doa saya suatu hari nanti Tuhan berkenan memberi hadiah bagi rakyat Indonesia berupa pengurus yang MENGURUS dan tidak MENGURAS. Pengurus yang mengerti bola dan cinta Indonesia. Pengurus yang nasionalis secara praktis (mewujudkan kecintaannya kepada Indonesia tidak hanya dengan kata-kata semata namun secara praktis).
Anak-anak SSB Tugu Muda mewujudkan cintanya kepada Indonesia secara praktis. Mereka disiplin mempelajari materi taktik yang diberikan. Mereka berlatih dengan tekun dan langsung mengkonsumsi nasi merah dan lain-lain sesuai arahan tanpa mengeluh. Mereka mendngarkan dan memasukkan ke hati mereka ceramah dari tiga orang motivator yang saya datangkan untuk mereka: (kakak saya Rainer Scheunemann, Paul Richardson dari USA dan Frank woods eks pemain timnas Kanada era 70-80 an). Hasilnya mereka tidak"gumun" (heran/minder) dan tidak "dumeh" (jemawa) saat di London. Secara tidak disangka-sangka anak-anak yang sangat saya sukai ini (baik sebagai tim maupun sebagai manusia) berhasil menjuarai grup H yang dipenuhi wakil-wakil Eropa; TUS Frankfurt (Jerman), Malahide United (Irlandia), dan Flandare Orientale (Belgia).
Saat memforsir kemenangan vs Belgia (4-0) dan Irlandia yang kemudian menjadi juara ke empat (2-0), tenagacah cilik Semarang ini terkuras sehingga kemudian kalah 0-1 vs Jerman. Sayang sekali karena ingin rasanya saya melihat kita mengalahkan tanah leluhur saya Jerman.
Di babak 16 besar wakil Saudi Arabia bisa diatasi lewat adu penalti setelah sebelumnya bermain seri 1-1. Tanda-tanda wasit tidak berkualitas (wasit yang digunakan hanya sekelas lokal) semakin terlihat. Gol Saudi terlihat offside. Saat melawan Jepang di perempat final wasit kembali melakukan blunder; saat skor 0-0 dan pertandingan tinggal menyisakan waktu 3 menit penalti diberikan kepada Jepang. Handball memang, tapi jelas pasif. Artinya bola bergerak ke tangan dan bukan sebaliknya. Sebuah kesalahan fatal dari wasit yang membuat pemain kita menangis tersedu-sedu setelah pertandingan. Sisa waktu yang tinggal sedikit memaksa saya mengubah formasi dari 3-1-3-1 ke 3-3-2. Ruang yang terbuka membuat Jepang akhirnya Sebuah kemenangan yang harus dibayar mahal oleh Jepang. Karena tenaga mereka terkuras saat melawan Indonesia, mereka tidak bisa bermain seperti biasanya di pertandingan semifinal dan akhirnya harus kalah melawan Prancis.
Kali ini ada 32 klub yang mewakili negaranya masing-masing di world final DNC 2013 yang diadakan di London, Inggris. Masing-masing wakil mengalahkan ratusan bahkan ribuan klub di negaranya masing-masing. Juara Jerman TUS Frankfurt, misalnya, menyisihkan 650 peserta, sedang juara Indonesia SSB Tugu Muda, Semarang , keluar sebagai juara dari 5.000 lebih peserta di 14 provinsi di Indonesia.
Dengan mekanisme seperti dijabarkan di atas, kualitas peserta mayoritas cukup mumpuni. Ada Sport Club Brasilia, akademi Chivas Guadelajara Mexico, akademi Zurich FC Swiss, Yokohama Marinos Jepang, Basnic Ostrava Checko, akademi Racing Lens Perancis, akademi Colo-Colo Chile, dan masih banyak lagi.
Dari sederetan nama klub top dunia yang paling impresif bagi saya adalah wakil Jepang; Yokohama Marinos. Kemampuan teknik dan cara bermain sekumpulan anak-anak terbaik di kota Yokohama ini sudah seperti pemain dewasa. Mereka terlihat matang; hasil didikan yang berkelas baik dari sisi kompetisi yang tertata rapi maupun dari sisi kualitas latihan (akademi kepelatihan untuk pelatih adalah program prioritas federasi sepakbola Jepang!) serta kedisiplinan pemain mengonsumsi makanan dan minuman yang memang sudah seharusnya dikonsumsi oleh seorang atlet sepakbola.
Hasilnya terlihat nyata: wakil Jepang tiap tahun konsisten menjadi favorit juara di ajang DNC -- tahun lalu Jepang kalah adu penalti lawan wakil Korsel di final, dan tahun ini mereka menjadi juara 3. Sebagai ilustrasi, skor pemain kita di juggling contest (dalam waktu 30 detik dihitung berapa kali pemain mampu men-jugglingbola tanpa melakukan kesalahan) sangat bervariasi; ada yang tinggi (70-80an) ada pula yang rendah (20-40an). Anak-anak Jepang mendapatkan skoryang tinggi dan merata (tinggi semua) antara 80-90an! Kemampuan teknis dan taktis mereka (pola bertahan dan pola menyerang yang rapi) jelas menunjukan keberhasilan federasi Jepang dalam melakukan tugasnya: membina sepakbola di Jepang.
Mereka menuai yang mereka tabur! Di mana-mana dan dalam apapun juga keberhasilan tidak datang secara instan dan tanpa kerja keras yang sistematis. Doa saya suatu hari nanti Tuhan berkenan memberi hadiah bagi rakyat Indonesia berupa pengurus yang MENGURUS dan tidak MENGURAS. Pengurus yang mengerti bola dan cinta Indonesia. Pengurus yang nasionalis secara praktis (mewujudkan kecintaannya kepada Indonesia tidak hanya dengan kata-kata semata namun secara praktis).
Anak-anak SSB Tugu Muda mewujudkan cintanya kepada Indonesia secara praktis. Mereka disiplin mempelajari materi taktik yang diberikan. Mereka berlatih dengan tekun dan langsung mengkonsumsi nasi merah dan lain-lain sesuai arahan tanpa mengeluh. Mereka mendngarkan dan memasukkan ke hati mereka ceramah dari tiga orang motivator yang saya datangkan untuk mereka: (kakak saya Rainer Scheunemann, Paul Richardson dari USA dan Frank woods eks pemain timnas Kanada era 70-80 an). Hasilnya mereka tidak"gumun" (heran/minder) dan tidak "dumeh" (jemawa) saat di London. Secara tidak disangka-sangka anak-anak yang sangat saya sukai ini (baik sebagai tim maupun sebagai manusia) berhasil menjuarai grup H yang dipenuhi wakil-wakil Eropa; TUS Frankfurt (Jerman), Malahide United (Irlandia), dan Flandare Orientale (Belgia).
Saat memforsir kemenangan vs Belgia (4-0) dan Irlandia yang kemudian menjadi juara ke empat (2-0), tenagacah cilik Semarang ini terkuras sehingga kemudian kalah 0-1 vs Jerman. Sayang sekali karena ingin rasanya saya melihat kita mengalahkan tanah leluhur saya Jerman.
Di babak 16 besar wakil Saudi Arabia bisa diatasi lewat adu penalti setelah sebelumnya bermain seri 1-1. Tanda-tanda wasit tidak berkualitas (wasit yang digunakan hanya sekelas lokal) semakin terlihat. Gol Saudi terlihat offside. Saat melawan Jepang di perempat final wasit kembali melakukan blunder; saat skor 0-0 dan pertandingan tinggal menyisakan waktu 3 menit penalti diberikan kepada Jepang. Handball memang, tapi jelas pasif. Artinya bola bergerak ke tangan dan bukan sebaliknya. Sebuah kesalahan fatal dari wasit yang membuat pemain kita menangis tersedu-sedu setelah pertandingan. Sisa waktu yang tinggal sedikit memaksa saya mengubah formasi dari 3-1-3-1 ke 3-3-2. Ruang yang terbuka membuat Jepang akhirnya Sebuah kemenangan yang harus dibayar mahal oleh Jepang. Karena tenaga mereka terkuras saat melawan Indonesia, mereka tidak bisa bermain seperti biasanya di pertandingan semifinal dan akhirnya harus kalah melawan Prancis.
Kepuasan pribadi saya adalah Jepang, Irlandia, dan Jerman menaruh respek besar kepada anak-anak kita. Kecil-kecil tapi hebat, kata mereka. Pelatih-pelatih lokal dan siswa Sport University setempat juga dengan penuh hormat menanyakan ini-itu tentang tim Indonesia. Saya jelaskan kepada mereka bahwa anak-anak belajar taktik modern hanya dalam waktu 2 minggu saja. Juga bahwa tim ini bukan kumpulan pemain terbaik di Semarang melainkan hanya salah satu SSB di Semarang. Dengan heran salah satu dari mereka bertanya: "Kalau satu klub saja bisa sehebat itu mainnya, mengapa timnas seniornya tidak terdengar?" Saya jawab, "Jangan tanya saya. Tulis surat dan layangkan pertanyaan anda ke Stadion GBK Jakarta, Pintu X-XI (kantor PSSI)."
Tim Tugu Muda hanya terdiri dari 10 pemain (untuk U-12 bermain di lapangan berukuran 65 x 45 meter) sehingga saya bisa menambahkan Beckham Putra Nugraha dari SSB Swasco Bandung dan Kanu Helmiawan dari ASIOP Jakarta, guna memenuhi kuota tim yakni 12 pemain. Kedua pemain ini sudah beberapa kali bermain di luar negeri sehingga sangat membantu tim ini terutama dalam hal mental bertanding.
Menarik bahwa tim ini terdiri dari banyak nama pemain tenar sehingga membuat penonton tersenyum saat saya meneriakkan nama-nama mereka saat bertanding. Selain Beckham dan Kanu ada pula Raul dan Rossi -- Paolo Rossi adalah striker andalan Italia di Piala Dunia 1982).
Hari terakhir turnamen cukup spesial; untuk menentukan rangking akhir (1-32) setiap tim berkesempatan menjajal rumput Wembley, Mekkah-nya sepakbola, WOW! (Video pertandingan ada di youtube, ketik "Danone Nations Cup 2013").
Benar-benar sebuah pengalaman yang luar biasa, terutama untuk anak-anak! Capainya mengurus mereka secara non-stop (dari menenangkan sebelum bertanding dengan berbagai cara termasuk stand up comedy, menghibur saat kalah, sampai keliling malam-malam untuk membenarkan letak selimut mereka) terbayar lunas saat melihat senyum cerah mereka. "Aku neng Wembley rek!"
Terima kasih Aqua-Danone atas kepeduliannya akan anak-anak dan sepakbola Indonesia!
Tidak ada komentar:
Posting Komentar